Sejarah Raden Aria Wangsakara (Bagian 1)

Sejarah Raden Aria Wangsakara. Menyoroti kisah perjalanan hidup Raden Aria Wangsakara, berdasarkan buku Ki Luluhur Rekam Jejak Sejarah Raden Aria Wangsakara karya Lutfi Abdul Gani. Buku ini tersedia di berbagai toko buku dan platform online seperti Shopee, Bukalapak, Tokopedia, dan Lazada.

Sejarah Raden Aria Wangsakara
Buku Ki Luluhur Rekam Jejak Sejarah Raden Aria Wangsakara
karya Lutfi Abdul Gani

Kelahiran Raden Aria Wangsakara

Raden Aria Wangsakara diperkirakan lahir pada tahun 1024 H (1615 M). Hal ini merujuk pada naskah Paririmbon Keariaan Tangerang yang menyebutkan bahwa beliau wafat pada malam Jum’at Manis, 2 Sya’ban 1092 H (1681 M) di usia 68 tahun menurut kalender Hijriah, atau 66 tahun dalam hitungan Masehi.

Masa kecil Raden Aria Wangsakara dihabiskan bersama kedua orang tuanya dalam lingkungan keluarga sederhana meskipun berdarah biru. Ayahnya, Wiraraja I, adalah seorang pangeran di Kerajaan Sumedang Larang, salah satu pewaris tahta. Ibunya, Putri Dewi Cipta (Nyi Mas Cipta), adalah putri dari Raden Kidang Palakaran bin Surajaya II bin Pangeran Sanghyang Surajaya/Arya Surajaya Surajaya II/Pucuk Umum bin Prabu Surososowan bin Prabu Siliwangi. Dari kedua orang tuanya, darah Sumedang, Pajajaran, Cirebon, dan Banten mengalir dalam dirinya.

Silsilah Raden Aria Wangsakara

Penelusuran silsilah Raden Aria Wangsakara didasarkan pada berbagai sumber, termasuk naskah karya Ustad Mukri Mian dan Paririmbon Keariaan.

Ustad Mukri Mian (1983) mencatat bahwa Raden Aria Wangsakara juga dikenal dengan gelar Pangeran Wiraraja II, Imam Haji Wangsakara, atau Kiyai Lenyep. Ayahnya, Pangeran Wiraraja I (Pangeran Lemah Beurem Ratu Sumedang Larang), dan ibunya, Putri Dewi Cipta, memberikan garis keturunan yang menghubungkan beliau ke berbagai kerajaan besar Nusantara, seperti Sumedang dan Cirebon dari pihak ayah, serta Banten dari pihak ibu.

Beberapa sumber menyebutkan bahwa Prabu Geusan Ulun, kakek buyut dari Raden Aria Wangsakara, adalah putra Pangeran Santeri bin Pangeran Pamelakaran bin Adipati Terung bin Prabu Brawijaya V. Ada juga yang menuliskan Silsilah Prabu Geusan Ulun melalui Jalur Sayyida Husen Radiyallahu Anhu, namun setelah ditemukannya data yang lebih tua, jalur Prabu Geusan Ulun adalah melalui Sayyidina Hasan Radiyallahu Anhu.

Untuk silsilah lebih jauh, informasi dari Cirebon dan Kitab Negara Kerta Bumi turut digunakan. Dalam Kitab Negara Kerta Bumi, disebutkan bahwa Aria Wiraraja I adalah putra Prabu Geusan Ulun dengan istrinya, Nyi Ratu Harisbaya. Prabu Geusan Ulun memiliki beberapa keturunan dari istri lainnya, seperti Pangeran Dipati Rangga Gedhe dan Pangeran Tumenggung Tegalkalong, yang menikahkan putrinya dengan Sultan Agung Mataram. Aria Wiraraja I juga dikenal sebagai panglima perang yang ahli di bidang militer dan keagamaan, berkat pendidikan agama Islam di Mekah.

Selanjutnya silsilah Syekh Datuk Kahfi sampai dengan Rasulullah SAW adalah bisa dilihat dari rangkaian silsilah dari Rasulullah terus ke bawah sampai dengan Syekh Datuk Kahfi. Nabi Muhammad Rasulullah berputri seorang wanita yaitu Fatimah Azzahro. Fatimah menikah dengan Sayyidina Ali ibnu Abi Thalib. Dari perkawinannya lahirlah seorang anak laki-laki bernama Sayyidina Hasan Al-Mujtaba' R.A. Sayyida Hasan berputra Sayyid Hasan Al-Mutsanna berputra Sayyid Abdulloh Al-Kamil berputra Sayyid Musa Al-Jun berputra Sayyid Abdulloh At-Tsani berputra Sayyid Musa At-Tsani berputra Sayyid Dawud (Amir Makkah) berputra Sayyid Muhammad berputra Sayyid Yahya Az-zahid berputra Sayyid Abdulloh berputra Sayyid Abu Sholeh Musa Janki Dausat berputra Sayyidi Syekh Abdul Qodir Al-Jailan.

Syekh Abdul Qadir Al-Jilani adalah Syekh Abdul Qadir Jailani (atau al-Jilani, dalam ejaan lainnya) adalah seorang ulama besar, sufi, dan pendiri tarekat Qadiriyah, salah satu tarekat sufistik terbesar dalam Islam. Ia lahir pada tahun 1077 M (470 H) di desa Jilan (sekarang di Iran) dan wafat pada tahun 1166 M (561 H) di Baghdad, Irak. Ia berputra Sayyid Sholih berputra Sayyid Ahmad berputra Sayyid Abdul Aziz berputra Sayyid Abdurrozzaq berputra Sayyid Abdul Jabbar berputra Sayyid Syu'aib berputra Sayyid Abdul Qodir berputra Sayyid Junaid/Syaikh Jungeb berputra Abdul Qodir Kailani.

Syekh Abdul Qodir Kailani beranak maulana Isa, yaitu Syekh Datuk Isa bermukim di Malaka. Syekh Datuk Isa beranak dua orang, diantarannya ialah pertama Syekh Datuk Ahmad, kedua Syekh Datuk Soleh.

Datuk Ahmad beranak tiga orang yaitu yang pertama wanita, kedua Syekh Datuk Kahfi, ketiga Syekh Bayanullah. Adapun Syekh Datuk Soleh beranak Syekh Datuk Abduljalil, Syekh Jabaranta, atau Syekh Lemahabang namanya yang lain. Syekh Lemahabang beranak Syekh Datuk Fardhun.

Dikisahkan bahwa setelah Syekh Datuk Kahfi menuntut ilmu di Mekah, Syekh Nurjati mencoba mengamalkan ilmu yang diperoleh dengan mengajarkannya di wilayah Bagdad. Di Bagdad Syekh Nurjati menikah dengan Syarifah Halimah, putri dari Ali Nurul Alam putra dari Jamaluddin Akbar al-Husaini. Dari pernikahan tersebut, mereka dikaruniai empat orang anak, yakni:

1.            Syekh Abdurakhman yang kelak di Cirebon bergelar Pangeran Panjunan (ayah Pangeran Tubagus Angke, dan Pangeran Pamelekaran kakek Pangeran Santri),

2.            Syekh Abdurakhim (kelak bergelar Pangeran Kejaksan),

3.            Fatimah (yang bergelar Syarifah Bagdad menikah dengan Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati), dan

4.            Syekh Datul Khafid (kadang-kadang disebut juga sebagai Syekh Datul Kahfi, sehingga membuat rancu dengan sosok ayahnya yaitu Syekh Datuk Kahfi, atau Syekh Nurjati di beberapa manuskrip yang lebih muda umurnya, contohnya Babad Cirebon Keraton Kasepuhan).

Keempat anak tersebut dijamin nafkahnya oleh kakak Syarifah Halimah, Syarif Sulaiman yang menjadi raja di Bagdad. Syarif Sulaiman menjadi raja di Bagdad karena menikahi putri mahkota raja Bagdad.

Setelah dewasa selanjutnya pangeran Panjunan yaitu Maulana Abdurakhman mempunyai anak Nyi Mas Kencanasari yang menikah dengan Pangeran Cirebon, putera Pangeran Cakrabuwana. Pangeran Cirebon berputeralah Kyai Ageng Cirebon Girang. Dari isterinya yang bernama Nyi Cupluk lahirlah Pangeran Trusmi.

(Bersambung)

Posting Komentar untuk "Sejarah Raden Aria Wangsakara (Bagian 1)"