Gelar dan Silsilah Raden Aria Wangsakara
Raden Aria Wangsakara memiliki nama kecil Hasan. Ia adalah putera Pangeran Wiraraja I bin Prabu Geusan Ulun. Adapun silsilah beliau sampai ke Rasulullah SAW melalui jalur Sayyidina Hasan RA. Pun demikian nasab geneologi beliau sampai pula ke Rasulullah memalui jalur Sayyidina Husen RA.
Dari jalur ayahnya, Raden Aria Wangsakara memiliki darah Sumedang, Pajajaran, Cirebon, Malaka, Gujarat (India), Maroko, Irak sampai kepada Rasulullah SAW. Adapun silsilah beliau adalah sebagai berikut: Hasan/Raden Aria Wangsakara/Imam Haji Wangsaraja/Ki Lenyep/Ki Kenyep/Aria Lengkong/Aria Tangerang 1/Ki Luluhur/Kyai Narantaka bin Ali/Pangeran Wiraraja I bin Ja’far/Prabu Geusan Ulun bin Soleh/Pangeran Santri bin Muhammad/Pangeran Pamelakaran bin Abdurahman/Pangeran Panjunan bin Syekh Datuk Kahfi bin Syekh Datuk Isa bin Abdul Qodir Kailani bin Sayyid Junaid/Syaikh Jungeb bin Sayyid Abdul Qodir bin Sayyid Syu'aib bin Sayyid Abdul Jabbar bin Sayyid Abdurrozzaq bin Sayyid Abdul Aziz bin Sayyid Ahmad bin Sayyid Sholih bin Sayyidi Syekh Abdul Qodir Al-Jailani bin Sayyid Abu Sholeh Musa Janki Dausat bin Sayyid Abdulloh bin Sayyid Yahya Az-zahid bin Sayyid Muhammad bin Sayyid Dawud (Amir Makkah) bin Sayyid Musa At-Tsani bin Sayyid Abdulloh At-Tsani bin Sayyid Musa Al-Jun bin Sayyid Abdulloh Al-Kamil bin Sayyid Hasan Al-Mutsanna bin Sayyidina Hasan Al-Mujtaba' R.A.
Dari jalur ibu Prabu Geusan Ulun, silsilah Raden Aria Wangsakara adalah sebagai berikut : Raden Aria Wangsakara bin Prabu Geusan Ulun bin Satyasih (Ratu Intan Dewata/Ratu Pucuk Umun/isteri Pangeran Santeri) binti Sintawati (Nyi Mas Ratu Patuakan/isteri Sunan Corendra atau Batara Saka Wayana) binti Tirta Kusuma (Sunan Tuakan/Prabu Tuakan Ratu Sumedang Larang) bin Mentalaya (Sunan Guling/Prabu Pagulingan II) bin Wirajaya (Sunan Pagulinga/Prabu Pagulingan II) bin Atmabrata (Prabu Gajah Agung/Patih Pajajaran 1363-1392) bin Prabu Tajimalela (Raja Sumedang Larang 1492 M – 1502 M) bin Rabu Guru Aji Putih (Raja Tembong Agung 1472 M – 1482 M)
Sedangkan geneologi beliau melalui Sayyidia Hasan RA lewat jalur nenek beliau yaitu Ratu Harisbaya adalah sebagai berikut : Hasan/Raden Aria Wangsakara bin Ali/Pangeran Wiraraja I bin Ratu Harisbaya binti Raden Ratna Kenya binti Sultan Trenggono bin Raden Fattah bin Syarifah Shiu Ban Ci binti Syekh Bentong/Abdullah Darqom/Abdullah Darugem bin Syekh Hasanuddin/Syekh Quro bin Muhammad Yusuf As-Sidiq bin Abdul Aziz al-Mansur bin Abdullah Hasyim bin Soleh bin Syekh Abdul Qodir al-Jailani bin Musa Abu Soleh bin Abdulllah bin Yahya az-Zahid bin Muhammad bin Daud bin Musa Tsani bin Abdullah Tsani bin Musa al-Juun bin Abdullah al-Mahdi bin Hasan Al-Mutsanna bin Sayyidina Hasan RA
Nama Raden Aria Wangsakara berasal dari bahasa Jawa Kuno, walau ditemukan pula kata wangsa dan kara dalam bahasa Sunda. Dalam Kamus Jawa Kuno Indonesia, karya P.J. Zoetmolder, didapati kata-kata :
Raden lih hadyan = orang dari status tinggi, raja/permaisuri, tua, orang yang berpangkat/bermartabat tinggi. Sering didahului oleh dan, san, ra ( yang terhormat, yang mulia ) contoh : rahadyan, sanhulun.
Arcya = memuja, menyembah, Arjya/arja/lih reja = baik, indah, beruntung. Areja, arja, aharja = cantik, manis, tampan, indah, menarik.
Kara = sinar cahaya. Akara-kara = bersinar ke semua penjuru
Di Banten, gelar Raden merupakan pemberian sultan kepada para pembantunya yang sangat loyal dan berjasa terhadap perkembangan Kesultanan Banten. Gelar tersebut banyak ditemui terutama di daerah Caringin, Pandeglang.
Di Priangan aria adalah gelar kepangkatan bupati. Tinggi rendahnya kedudukan bupati dalam pemerintahan dapat diketahui dari kepangkatan yang disandangnya. Hierarki kepangkatan bupati dari bawah ke atas adalah: tumenggung-aria-adipati-pangeran. Gelar tumenggung diperoleh secara langsung pada waktu diangkat menjadi bupati, sedangkan gelar aria, adipati, dan pangeran diperoleh karena kondite yang baik dan telah menunjukkan jasa yang pantas dihargai. Selain memiliki gelar kepangkatan, bupati di Priangan juga memiliki gelar kepriyayian, yaitu raden.
Arya sendiri artinya luhur atau terang. Asal mula sebutan Arya yaitu dalam tahun pramadi 387 S ditandai sengkalan Kaswareng Pangestining Guna, atau tahun 398 C, ditandai Manggala Sasanga Katon Barakan. Bertepatan dengan masa sitra, Raden Wukir diangkat menjadi patih di Giling Wesi, dan diberi gelar Arya Suwelacala. Raden Wukir tadi diceritakan punya kesamaan, kecerdasan, kekuatan dan suara yang sama dengan Prabu Silacala atau Prabu Watugunung.
Bersamaan dengan masa manggakala, Prabu Siacala berkendak memberikan sebutan Arya kepada saudara-saudaranya yang artinya luhur atau terang. Lalu mereka disuruh membuka hutan untuk dibuat kota. Yang mendapatkan perintah segera melaksanakan. Setelah selesai, nama-nama kota dibuat seperti nama yang membuka, seperti Kuningan, Pahang, Medangkungan dan sebagainya. Pada saat itulah orang Jawa pertama kali menggunakan sebutan arya (Purwadi, Hari Wijaya, 2004:162).
Raden Aria Wangsakara memiliki alias dan gelar diantaranya Sayyid Hasan, Pangeran Wiraraja II, Imam Haji Wangsaraja, Aria Lengkong, Aria Tangerang I, Kyai Narantaka, Kyai Lenyep dan Ki Luluhur
Di daerah Kresek Tangerang dikenal lebih dikenal Kyai Kenyep, hal ini dimungkinkan karena penulisan lenyep dalam bahasa arab melayu dengan tanda fathah bengkong pada huruf lam terbaca huruf kaf. Sehingga harusnya lenyep terbaca kenyep.
Gelar Ki Luluhur adalah penyematan kepada Radean Aria wangsakara di Lengkong Ulama Pagedangan Tangerang. Ki Luluhur yang artinya bahwa Raden Aria Wangasakara adalah salah satu leluhur orang Lengkong Ulama, pun memiliki arti seorang yang memiliki kedudukan yang tinggi, memiliki budi perekti yang tinggi.
Posting Komentar untuk " Sejarah Raden Aria Wangsakara (Bagian 2)"